Rabu, 04 Desember 2013

RESENSI NOVEL PEREMPUAN JOGJA



Perempuan Jogja

Penerbit: Mara Pustaka
Penulis: Achmad Munif

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3Mr-CmECT7DoO7Ihgk4GdxOGwtYVkIbyDrG4Lr3-ZIyDhyphenhyphenNwfDPxfi9-gwo4ShoRJe_RkR0lrlp4i3W1LnMNqTLWGccWTnpGQCKsEBWnCgMbhNnl4F8ZAYGZAftlBf50ijKGvk2KXV10/s200/1buku.jpg
Perempuan yang tetap tegar walau suami tidak setia. Perempuanyang tetap menjaga martabatnya sebagai istri meskipun suami lupa diri. Dialah perempuan yang memahami hak-haknya perkasa dan tidak cengeng. Dialah perempuan yang memiliki definisi tersendiri mengenai gender dan feminisme. Dialah Perempuan Jogja.

Karya Ahmad Munif begitu membumi, bicara tentang realitas sosial yang ada disekitar penulisnya. itu ciri khas Ahmad Munif dalam karya-karyanya termasuk Perempuan Jogja. Semuanya mengalir diramu dengan segala kesederhanaan tak pernah melebih-lebihkan, tak pernah berpretensi menggurui apalagi menasehati. Tidak pernah bermaksud melawak meski kadang pembaca terkadang tertawa membaca dialog dalam novel-novelnya. tidak pernah berusaha mengharu-biru pembaca dengan kisah sedih. Meski kadang pembaca terpaksa menangis. 
Perempuan Jogja merupakan novel Ahmad Munif yang telah terjual ribuan eksemplar. kini, ditengah gencarnya karya-karya novel pop yang mengusung tema mistik , humor,gaul dan hedonistic, Perempuan Jogja diterbitkan kembali dengan format baru.



Sinopsis Novel Perempuan Jogja
Ramadhan adalah mahasiswa di salah satu Universitas di Jogja. Dia mengambil jurusan Hubungan Internasional. Ramadhan merupakan anak dari keluarga sederhana dan ia membayar uang kuliahnya menggunakan uangnya sendiri dengan merangkap bekerja menjadi seorang wartawan di salah satu media masa di Jogja. Keluarga RM Sudarsono yang tinggal di pendopo Sudarsanan telah mengenal Ramadhan sejak lama, karena ia sering mewawancarai RM Sudarsono yang merupakan istri dari RA Niken dan ayah dari RM Danudirjo, suami dari Rumanti dan Indri Astuti tentang kebudayaan. Rumanti adalah perempuan yang penurut terhadap suaminya, tidak berani membantah apa yang dikatakan suaminya. Rumanti menikah dengan Danu merupakan kehendak dari ayah dan ibunya, karena Danu mengalami stres dan hampir gila ditinggal kekasihnya menikah dengan orang lain. Namun setelah tujuh belas tahun menikah, mantan kekasihnya datang lagi menemui Danu karena diceraikan suaminya. Akhirnya Danu dan Norma menikah dan dengan terpaksa Rumanti merelakan untuk dimadu.
Suatu ketika, Ramadhan mulai tertarik dengan seorang perempuan yang dilihatnya di kampus. Ia melihat gadis itu lagi pada acara memperingati wafatnya penyair legendaris, Chairil Anwar. Dari saat itulah Ramadhan mulai dekat dengan gadis tersebut yang ternyata merupakan anak dari RM Sudarsono, Indri. Perjalanan kisah cinta mereka tidak begitu lancar, karena Danu telah menjodohkan Indri dengan temannya, Suwito. Tetapi Danu tidak mengetahui bahwa Suwito adalah laki-laki tidak baik. Ia mengetahui hal tersebut ketika Danu pulang dari rumah sakit akibat menjadi korban pembunuhan yang dilakukan Norma yang menginginkan uang dari suaminya oleh Popi, seorang remaja dari keluarga yang amburadhul tetapi mempunyai bakat. Akhirnya, Danu sadar bahwa Rumanti adalah istri yang paling baik dan Ramadhan tidak lagi penghalang untuk menjalin hubungan dengan Indri.






Tema pada novel Pengakuan Pariyem dengan Perempuan Jogja mempunyai persamaan, yaitu sama-sama menceritakan tentang perempuan Jogja yang pasrah/ikhlas/legowo dalam menghadapi masalah kehidupan.
Penjelasan:
Pada novel Pengakuan Pariyem perempuan yang mematuhi apa yang disampaikan oleh majikannya, dan pada novel Perempuan Jogja perempuan yang menghargai seorang suami (tidak membantah).

Perempuan Jogja: sebagai seorang istri, Rumanti mematuhi apa yang dikatakan suaminya, Danu. Hal tersebut dapat dilihat dalam kalimat:
“Rum”
“Ya, Mas.”
“Sediakan air hangat, aku mau mandi.”
“Sudah tersedia, Mas.”
Rumanti melangkah keluar dari kamar kerja suaminya. Danu mencopot celana dan baju kemudian berganti piyama. Lelaki itu keluar menuju kamar mandi dengan bernyanyi-nyanyi kecil. Di ruang makan, Rum menyiapkan makan malam untuk danu. (hlm 6)

Perempuan Jogja: menerima dengan tabah apa yang dilakukan suaminya terhadap dirinya, seperti dalam kalimat:
“Aku tahu dik, tapi kenyataan yang kita lihat perbedaan itu memang ada. Tapi baiklah hal itu tidak perlu kita perdebatkan. Mbak mensyukuri apa yang sudah Mbak terima dari Gusti Allah melalui Mas Danu.” (hlm 23)
“Dik Indri, adakalanya seorang istri mendapat cobaan berat. Tidak hanya ditinggal mati suaminya secara fisik. Tapi “mati” dalam cerita Sawitri tadi bisa saja merupakan sindiran bagi kita. Seorang istri harus selalu siap menghadapi berbagai kesulitan, karena suaminya kepaten sandang pangan, misalnya kehilangan pekerjaan, sehingga semangat hidup dan kepercayaan diri sendiri hilang. Di sinilah kesetiaan kita diuji, sanggupkah kita menghidupkan kembali semangat dan kepercayaan diri suami kita. Atau apakah justru kita meninggalkannya?” (hlm 25) 

kutipan dalam novel Perempuan Jogja:
“Jadi kamu tidak menuggu dia?”
“Aku akan meliput Pembukaan Festival Kesenian Yogya, di Kraton.”(hlm. 81)

Berbeda dengan yang ada pada novel Perempuan Jogja, mempunyai pikiran untuk memberontak, tapi tidak sampai hati untuk mengungkapkan, seperti dalam kalimat:
Gending Kebogiro berkumandang mengiringi kedatangan tamu undangan. Gending itu begitu merdu di telinga Danu dan Norma, tapi sangat menyakitkan di telinga Rumanti. Sebab setelah gending itu berhenti ditabuh nanti sore, saat itu Mas Danudirdjo bukan lagi menjadi milikya sendiri ia harus berbagi cinta dan kasih sayang  dengan perempuan lain yang bernama Norma. Suara gending terasa begitu menyayat-nyayat hati Rumanti. (hlm. 216)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar