Perempuan Jogja
Penerbit: Mara Pustaka
Penulis: Achmad Munif
Perempuan yang tetap tegar walau suami tidak
setia. Perempuanyang tetap menjaga martabatnya sebagai istri meskipun
suami lupa diri. Dialah perempuan yang
memahami hak-haknya perkasa dan tidak cengeng. Dialah perempuan yang memiliki
definisi tersendiri mengenai gender dan feminisme. Dialah Perempuan Jogja.
Karya Ahmad Munif begitu membumi, bicara tentang realitas sosial yang ada disekitar penulisnya. itu ciri khas Ahmad Munif dalam karya-karyanya termasuk Perempuan Jogja. Semuanya mengalir diramu dengan segala kesederhanaan tak pernah melebih-lebihkan, tak pernah berpretensi menggurui apalagi menasehati. Tidak pernah bermaksud melawak meski kadang pembaca terkadang tertawa membaca dialog dalam novel-novelnya. tidak pernah berusaha mengharu-biru pembaca dengan kisah sedih. Meski kadang pembaca terpaksa menangis.
Perempuan Jogja merupakan novel Ahmad
Munif yang telah terjual ribuan eksemplar. kini, ditengah gencarnya
karya-karya novel pop
yang mengusung tema mistik , humor,gaul dan hedonistic, Perempuan
Jogja diterbitkan kembali dengan format baru.
Sinopsis
Novel Perempuan Jogja
Ramadhan adalah mahasiswa
di salah satu Universitas di Jogja. Dia mengambil jurusan Hubungan
Internasional. Ramadhan merupakan anak dari keluarga sederhana dan ia membayar
uang kuliahnya menggunakan uangnya sendiri dengan merangkap bekerja menjadi
seorang wartawan
di salah satu media masa di Jogja. Keluarga RM Sudarsono yang tinggal di
pendopo Sudarsanan telah mengenal Ramadhan sejak lama, karena ia sering
mewawancarai RM Sudarsono yang merupakan istri dari RA Niken dan ayah dari RM
Danudirjo, suami dari Rumanti dan Indri Astuti tentang kebudayaan. Rumanti
adalah perempuan yang penurut terhadap suaminya, tidak berani membantah apa
yang dikatakan suaminya. Rumanti menikah dengan Danu merupakan kehendak dari
ayah dan ibunya, karena Danu mengalami stres dan hampir gila ditinggal
kekasihnya menikah dengan orang lain. Namun setelah tujuh belas tahun menikah,
mantan kekasihnya datang lagi menemui Danu karena diceraikan suaminya. Akhirnya
Danu dan Norma menikah dan dengan terpaksa Rumanti merelakan untuk dimadu.
Suatu ketika, Ramadhan
mulai tertarik dengan seorang perempuan yang dilihatnya di kampus. Ia melihat
gadis itu lagi pada acara memperingati wafatnya penyair legendaris, Chairil
Anwar. Dari saat itulah Ramadhan mulai dekat dengan gadis tersebut yang
ternyata merupakan anak dari RM Sudarsono, Indri. Perjalanan kisah cinta mereka
tidak begitu lancar, karena Danu telah menjodohkan Indri dengan temannya,
Suwito. Tetapi Danu tidak mengetahui bahwa Suwito adalah laki-laki tidak baik.
Ia mengetahui hal tersebut ketika Danu pulang dari rumah sakit akibat menjadi
korban pembunuhan yang dilakukan Norma yang menginginkan uang dari suaminya
oleh Popi, seorang remaja dari keluarga yang amburadhul tetapi
mempunyai bakat. Akhirnya, Danu sadar bahwa Rumanti adalah istri yang paling
baik dan Ramadhan tidak lagi penghalang untuk menjalin hubungan dengan Indri.
Tema pada novel Pengakuan
Pariyem dengan Perempuan Jogja mempunyai persamaan, yaitu sama-sama
menceritakan tentang perempuan Jogja yang pasrah/ikhlas/legowo dalam
menghadapi masalah kehidupan.
Penjelasan:
Pada novel Pengakuan
Pariyem perempuan yang mematuhi apa yang disampaikan oleh majikannya, dan pada
novel Perempuan Jogja perempuan yang menghargai seorang suami (tidak
membantah).
Perempuan Jogja: sebagai seorang istri,
Rumanti mematuhi apa yang dikatakan suaminya, Danu. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kalimat:
“Rum”
“Ya, Mas.”
“Sediakan air hangat, aku mau mandi.”
“Sudah tersedia, Mas.”
Rumanti melangkah keluar dari kamar kerja
suaminya. Danu mencopot celana dan baju kemudian berganti piyama. Lelaki itu
keluar menuju kamar mandi dengan bernyanyi-nyanyi kecil. Di ruang makan, Rum
menyiapkan makan malam untuk danu. (hlm 6)
Perempuan Jogja: menerima dengan tabah apa
yang dilakukan suaminya terhadap dirinya, seperti dalam kalimat:
“Aku tahu dik, tapi kenyataan yang kita lihat
perbedaan itu memang ada. Tapi baiklah hal itu tidak perlu kita perdebatkan.
Mbak mensyukuri apa yang sudah Mbak terima dari Gusti Allah melalui Mas Danu.” (hlm
23)
“Dik Indri, adakalanya seorang istri mendapat
cobaan berat. Tidak hanya ditinggal mati suaminya secara fisik. Tapi “mati”
dalam cerita Sawitri tadi bisa saja merupakan sindiran bagi kita. Seorang istri
harus selalu siap menghadapi berbagai kesulitan, karena suaminya kepaten
sandang pangan, misalnya kehilangan pekerjaan, sehingga semangat hidup dan
kepercayaan diri sendiri hilang. Di sinilah kesetiaan kita diuji, sanggupkah
kita menghidupkan kembali semangat dan kepercayaan diri suami kita. Atau apakah
justru kita meninggalkannya?” (hlm 25)
kutipan dalam novel Perempuan Jogja:
“Jadi kamu tidak menuggu dia?”
“Aku akan meliput Pembukaan Festival Kesenian
Yogya, di Kraton.”(hlm. 81)
Berbeda dengan yang ada
pada novel Perempuan Jogja, mempunyai pikiran untuk memberontak, tapi tidak
sampai hati untuk mengungkapkan, seperti dalam kalimat:
Gending Kebogiro berkumandang mengiringi
kedatangan tamu undangan. Gending itu begitu merdu di telinga Danu dan Norma,
tapi sangat menyakitkan di telinga Rumanti. Sebab setelah gending itu berhenti
ditabuh nanti sore, saat itu Mas Danudirdjo bukan lagi menjadi milikya sendiri
ia harus berbagi cinta dan kasih sayang dengan perempuan lain yang
bernama Norma. Suara gending terasa begitu menyayat-nyayat hati Rumanti. (hlm.
216)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar